PORTAL AGARA | Indonesia baru saja memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79. Untuk sampai merdeka, tentu tidak terlepas dari perjuangan pejuang dan seluruh masyarakat Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung. Sayangnya, memasuki kemerdekaan ke-79 bangsa Indonesia, belum ada satu pun pejuang dari Gayo yang jadi benteng terakhir Indonesia (1904) dan daerah yang menyuarakan Indonesia masih ada saat agresi militer Belanda kedua (1949) melalui Radio Rimba Raya dan ikut berjuang langsung di Medan Area, yang jadi pahlawan nasional.
“Padahal, Tanoh Gayo juga melahirkan banyak pejuang yang gigih melawan kolonial sebelum kemerdekaan Republik Indonesia (1945), masa agresi militer Belanda pertama (1947) dan agresi militer Belanda kedua (1948-1949). Bahkan, jauh sebelum Belanda mencoba memasuki Gayo (1901) dan Gayo-Alas ditaklukkan Belanda (1904) sebagai benteng terakhir Aceh dan Indonesia, tahun 1830-1880, orang Gayo ikut berjuang melawan kolonial di Sumatera Utara, daerah Simalungun, dengan membantu bela diri, pencat silat, militer, dan pertahanan keamanan kerajaan dan masyarakat di sana. Bahkan, separuh pulau Sumatera, orang Gayo terlibat dalam melawan kolonial (penjajah),” kata Yusradi Usman al-Gayoni, Ketua Pusat Kajian Kebudayaan Gayo, melaui WhatsApp dari London, Inggris, Senin (19/8/2024).
Menurut Diaspora Indonesia-Inggris tersebut, setidaknya, ada 10 nama pejuang dari Gayo yang layak diusulkan menjadi pahlawan nasional, di antaranya dari Gayo Lues: Kolonel Muhammad Din, Aman Jata; Aceh Tengah: Said Abdullah Aman Nyerang, Abu Bakar, Tengku Ilyas Leube, Abu Bakar Aman Dimot, dan Onot Pejebe; dari Bener Meriah, Wali Tengku Tapa; Aceh Timur, Inen Mayak Teri; di luar Aceh, tingkat nasional, Muhammad Hasan Gayo, asal Aceh Tengah. “Sebetulnya, sudah pernah diusulkan, seperti Aman Dimot. Namun, data pendukungnya sepertinya kurang, sehingga dianggap kurang memenuhi syarat. Muhammad Hasan Gayo, Said Abdullah Aman Nyerang, dan Kolonel Muhammad Din juga pernah dibahas. Namun, belum ada tindak lanjutnya lagi,” aku Yusradi.
Dilanjutkan Founder World Gayonese Community (Diaspora Gayo Dunia) itu, pembahasan dan pengusulan calon pahlawan dari Gayo perlu diikhtiarkan lagi. “Pastinya, dengan dukungan semua pihak, terutama dukungan maksimal pemerintah daerah yang ada di Gayo, khususnya Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Bener Meriah. Juga, mesti ada prioritas, dengan melihat sejarah, peran, kontribusi, perjuangannya yang tidak sebatas di Gayo, dukungan literatur lokal, nasional, dan kolonial (sebab, terjadi sebelum kemerdekaan, masa kolonial). Tidak mungkin juga diusulkan sekaligus, mengingat perlu anggaran juga,” tegasnya.
Oleh karena itu, tanpa mengecilkan perjuangan yang lain, dengan melihat rekam jejak perjuangan dan kelengkapan literatur pendukung tadi, Yusradi Usman al-Gayoni, mengusulkan, untuk tahap awal: Aceh Tengah bisa mengusulkan Aman Nyerang terlebih dahulu, Gayo Lues Kolonel Muhammad Din, dan Bener Meriah Wali Tengku Tapa.
“Prosesnya bisa dimulai dari sekarang, lanjut ke tahun 2025. Syukur-syukur, tahun depan (2025), bisa diusulkan. Kalau tidak, tahun 2026. Ada yang berhasil satu, baru dilanjutkan pengusulan yang lain, dengan melihat rekam jejak, syarat, dan kelengkapan pendukung tadi. Untuk Aceh Tengah, misalnya, dilanjutkan dengan pengusulan Abu Bakar. Di luar Aceh Tengah, Muhammad Hasan Gayo. Seterusnya seperti itu, sampai ada yang berhasil diusulkan. Proses, pengusulan, sampai ada yang berhasil jadi pahlawan nasional ini, penting, karena menyangkut perlunya pengakuan dari negara terkait keikutsertaan dan kontribusi orang Gayo dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan RI, yang juga akan memiliki multiplier effect terhadap kemajuan tanoh tembuni,” tegas Yusradi